Aisyah RA. menceritakan bahwa suatu malam saat Rasulullah SAW berbaring di dekatnya, beberapa saat kemudian Rasulullah berkata, “Wahai puteri Abu Bakar, izinkanlah aku bangun untuk beribadah kepada Rabbku.” Aisyah menjawab, “Saya begitu senang berdekatan denganmu, tapi aku mengizinkanmu.” Kemudian Rasulullah SAW bangun, pergi berwudhu lalu shalat.
Rasulullah SAW mulai menangis hingga air matanya membasahi dadanya, kemudian ruku’ dan terus menangis, lalu sujud dan terus menangis. Terus-menerus beliau dalam keadaan demikian sampai Bilal datang dan memanggil beliau untuk shalat subuh.
Aisyah lantas bertanya kepada beliau, “Apakah yang menyebabkan Engkau menangis, sedangkan Allah telah mengampuni dosa-dosamu, baik yang dahulu maupun yang kemudian? Beliau menjawab, “Tidakkah seharusnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur? Bagaimana aku tidak akan menangis sedangkan Allah telah menurunkan ayat ini kepadaku:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (Al-Baqarah:164).
Demikianlah sosok Rasulullah SAW, seorang yang telah diampuni semua dosa-dosanya baik yang dahulu maupun yang kemudian, dan dijamin masuk ke dalam surga tertinggi, namun beliau tetap melaksanakan sholat malam bahkan sampai kaki beliau bengkak-bengkak. Semua itu dilakukan beliau agar menjadi seorang hamba yang bersyukur.
Beliau memberi contoh kepada umatnya agar untuk selalu mengingat nikmat yang dianugerahkan kepada manusia, mensyukurinya baik dengan hati, lisan, dan perbuatan. Hati senantiasa mengakui bahwa nikmat yang telah ia rasakan adalah dari Allah disertai dengan pengagungan kepada-Nya, lisan mengucap hamdalah disertai dengan amalan-amalan ibadah lisan yang lain, dan anggota badan senantiasa melaksanakan amal ibadah sebagai bentuk ketaatan dan ketundukan, kecintaan, pengharapan, dan takut kepada Allah.
Bersyukur tidak hanya sebatas mambaca hamdalah. Tidak dinamakan bersyukur jika seorang hamba mendapatkan nikmat kemudian dia membaca hamdalah, namun berikutnya ia menggunakan nikmat tersebut untuk melakukan kemaksiatan. Dengan melakukan kemaksiatan berarti ia telah mengingkari nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sebab Allah SWT mengaruniakan nikmat kepada manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya sebagaimana tujuan penciptaan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya. Untuk itu, tidak sepantasnya kemaksiatan dilakukan seorang hamba, sebab tidak mungkin seseorang tersebut melakukan kemaksiatan kecuali pasti dengan apa yang telah direzekian oleh Allah SWT.
Misal, seseorang yang melakukan perbuatan zina tidak mungkin ia melakukannya tanpa menggunakan rezeki yang telah Allah SWT berikan. Untuk mendatangi tempat perzinaan ia membutuhkan alat transportasi yang merupakan karunia-Nya, atau jika tanpa alat transportasi paling tidak ia menggunakan kakinya untuk menuju ke sana, atau jika tanpa harus berjalan kaki, tetap saja ia membutuhkan udara agar ia tetap bisa bernapas untuk melakukan perzinaan, belum lagi alat vital yang membenarkan terjadinya perzinaan itu adalah bagian dari rezeki yang telah Allah SWT karuniakan kepada hamba-Nya yang seharusnya digunakan untuk kepada yang halal, bukan untuk yang diharamkan. Demikian itu adalah bentuk pengingkaran terhadap nikmat Allah SWT.
Demikian pula para pelaku kesyirikan, acara sedekah bumi, nglarung, dan sebagainya jelas merupakan dosa besar yang sangat berat. Untuk menyelenggarakan acara-acara semacam itu tidak sedikit dana (yang merupakan rezeki dari Allah SWT) yang mereka keluarkan. Namun oleh mereka digunakan untuk membangkang terhadap perintah Allah SWT. Berarti mereka telah mengkufuri nikmat Allah SWT sebab mereka tidak menggunakannya untuk beribadah kepada-Nya akan tetapi justru digunakan untuk melanggar perintah Allah SWT. Walaupun sebagian mereka mengatakan bahwa acara semacam itu diadakan sebagai wujud rasa “syukur” mereka kepada Allah SWT, namun justru mereka telah mengkufuri nikmat Allah SWT.Dan masih banyak lagi contoh lain yang riil hari ini.
Sudah sepantasnya sudah menjadi bahan perenungan yang mendalam bagi kita semua. Kenikmatan yang telah diberikan kepada kita adalah untuk disyukuri, caranya ialah dengan menggunakannya untuk beribadah kepada Allah SWT, baik ibadah hati, lisan, maupun perbuatan. Semoga dengan mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepada kita maka Allah SWT akan menambah nikmat tersebut lebih banyak lagi. Sebagaimana janji Allah SWT dalam surat Ibrahim ayat 7, “…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
-Adfan HS-